Kepala Intelijen Rusia Samakan Amerika Serikat dengan Mesin Propaganda Nazi

Bendera Amerika Serikat (ilustrasi). (Foto: Reuters)

MOSKOW – Kepala Badan Intelijen Asing Rusia (SVR), Sergei Naryshkin, menilai Amerika Serikat tak ubahnya mesin propaganda Nazi pada Perang Dunia II yang dijalankan oleh Joseph Goebbels.

Menurut dia, Departemen Luar Negeri AS secara rutin meluncurkan kampanye anti-Rusia di media sosial.

Naryshkin mengatakan, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat mendorong penyebaran informasi palsu pada layanan pesan Telegram dalam rangka untuk mendiskreditkan dan merendahkan kepemimpinan politik dan militer Moskow di mata rakyat Rusia.

Bacaan Lainnya

“Tindakan mereka (Deplu AS) memiliki banyak kesamaan dengan tradisi Kementerian Pendidikan Publik dan Propaganda Third Reich dan pimpinannya, Joseph Goebbels,” ungkap Naryshkin dalam sebuah pernyataan yang dipublikasikan di situs web SVR, seperti dikutip kembali Reuters, Kamis (12/5/2022).

Untuk diketahui, Third Reich adalah nama lain dari negara Jerman yang dideklarasikan oleh rezim Nazi pimpinan Adolf Hitler.

Naryshkin tidak memberikan bukti untuk mendukung klaimnya tentang kampanye informasi anti-Rusia yang didukung AS itu. Namun, Moskow memang kerap menuduh Barat mendanai dan mendukung gerakan anti-Kremlin.

Pemerintahan Presiden Vladimir Putin juga melabeli puluhan kelompok hak asasi manusia independen dan media di Rusia sebagai “agen asing” selama beberapa tahun terakhir.

“Pernyataan (Naryshkin) ini sangat ironis, mengingat upaya disinformasi dan propaganda yang disponsori Negara Rusia yang telah berlangsung lama,” kata salah seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.

Sejak melakukan agresi militer ke Ukraina pada 24 Februari, Rusia mempercepat kampanyenya untuk meredam suara-suara oposisi di dalam negeri. Para jurnalis dan individu lainnya diancam dengan hukuman hingga 15 tahun penjara jika menyebarkan informasi yang dinilai Moskow sebagai “berita palsu” tentang kampanye militernya.

Rusia meluncurkan operasi militer khusus di Ukraina pada 24 Februari, setelah Republik Rakyat Donetsk dan Luhansk (DPR dan LPR) meminta bantuan untuk membela diri dari provokasi pasukan Kiev. DPR dan LPR adalah dua wilayah yang memisahkan diri dari Ukraina.

Rusia mengklaim, tujuan dari operasi khususnya adalah untuk demiliterisasi dan “denazifikasi” Ukraina.9

Menurut Putin, operasi militer itu untuk melindungi rakyat Donbas. “Mereka (rakyat Donbas) telah mengalami pelecehan, genosida oleh rezim Kiev selama delapan tahun,” kata Putin. (*)

 

Sumber: iNews

Pos terkait