ACEH TIMUR – Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur kabarnya sampai saat ini belum membahas ataupun menandatangani Qanun (Perda), tentang vaksinasi Covid-19, yang diajukan oleh Pemerintah Aceh Timur pada 2021 lalu.
Hal ini dibenarkan oleh Ketua DPRK Aceh Timur Fattah Fikri saat dikonfirmasi RNC pada Minggu (30/1/2022) sore.
Menurut Fattah Fikri, Qanun terkait vaksinasi di Kabupaten Aceh Timur belum dibahas oleh DPRK setempat, namun bukan berarti pihaknya tidak mendukung vaksinasi, akan tetapi sebut Fattah belum dibahas karena masih adanya masyarakat yang tidak setuju dengan vaksinasi.
“Kita belum membahas dan menandatangani Qanun vaksinasi, karena masih ada sebagian masyarakat di Aceh Timur yang tidak mau dipaksakan vaksinasi, terutama terhadap anak-anak sekolah. Bukan kita tidak mendukung, akan tetapi masih ada masyarakat yang menolak, hal ini sesuai aspirasi yang kita terima,” sebut Ketua DPRK Aceh Timur Fattah Fikri.
Sebelumnya, pada Rabu 26 Januari 2022 sekelompok masa yang mengatasnamakan Gerakan Pejuang Keadilan Aceh Timur menggelar aksi unjukrasa menolak pemaksaan vaksinasi bagi masyarakat Aceh Timur dihalaman gedung DPRK setempat.
Dalam tuntutannya pengunjukrasa mengusung spanduk yang bertuliskan penolakan surat vaksin sebagai salah syarat untuk mendapat bansos, dan layanan BPJS maupun gas bersubsidi dan beberapa item lainnya.
Hal itupun akhirnya ditanggapi oleh DPRK setempat dengan melakukan pemanggilan terhadap sejumlah kepala OPD terkait, termasuk Sekda Aceh Timur Ir Mahyuddin.
Namun dalam keterangannya kepada media, Sekda menyebutkan, bahwa Surat Edaran (SE) Bupati Aceh Timur tentang sanksi administratif terhadap warga yang tidak melakukan vaksinasi bukanlah untuk memberatkan warganya, akan tetapi itu turunan dari Peraturan Presiden (Perpres) yang bertujuan untuk melindungi warganya dari wabah Covid-19.
“Surat edaran bupati merupakan turunan dari Peraturan Presiden yang bertujuan untuk melindungi warganya dari wabah virus corona. Bukan untuk meresahkan masyarakat,” ujar Sekda Aceh Timur Mahyuddin.
Sekda menambahkan, pemerintah juga bertanggungjawab atas segala sesuatu dampak setelah divaksinasi. “jika setelah divaksinasi berdampak buruk kepada masyarakat, maka pemerintah Aceh Timur juga turut bertanggungjawab. Karen yang dilakukan ini sebagai upaya untuk melindungi rakyat dari penularan wabah Covid-19,” tambahnya.
Terpisah, Sekjen Forum Masyarakat Transparansi Aceh Timur (FORMAT) Marsudi pada Minggu (30/1/2022) turut mempertanyakan keberpihakan DPRK Aceh Timur terhadap program vaksinasi.
Format menilai, jika DPRK memihak kepada minoritas lantas bagaimana dengan mayoritas masyarakat di Aceh Timur yang telah melakukan vaksinasi.
“Kalau mau jujur mayoritas masyarakat di Aceh Timur sudah melakukan vaksin, tentunya warga yang sudah vaksin juga meminta agar masyarakat yang belum juga ikut divaksin biar adil, apalagi tujuannya untuk kesehatan, jangan-jangan bapak dewan juga masih ada yang belum divaksin?,” tandas Marsudi.
Untuk itu, Sekjen Format ini juga berharap agar pemerintah setempat maupun unsur Forkopimda dapat berbuat adil, jika DPRK mau memperjuangkan keadilan, semestinya sejak awal sebelum dilaksanakan program vaksinasi itu di Aceh Timur harus digaungkan.
“Saat ini tentu sudah terlambat, karena mayoritas sudah vaksin, tentunya masyarakat yang telah divaksin juga meminta agar semuanya harus divaksin, sehingga tidak terjadi penularan wabah Covid-19 di Masyarakat. Untuk itu saya rasa tidak jadi soal jika Qanun itu ditandatangani agar terjadinya singkronisasi dengan pemerintah pusat. Namun, bagi warga yang tidak bersedia juga tidak boleh dipaksa, tapi harus legowo dengan peraturan yang telah ada,” pungkas Marsudi. (*)
Jurnalis: Mahyuddin
Editor: Safrizal